Rumah Hijau Denassa, Oase Hijau di Tepi Kota

Rumah Hijau Denassa 1
Laporan: Andhika Mappasomba

OASE sepertinya menjadi analogi yang tepat untuk menggambarkan Rumah Hijau Denassa (RHD) yang terletak di Jalan Borongtala, Kelurahan Tamallayang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Rumah Hujau ini merupakan kawasan konservasi alam mini yang dikelola secara swadaya oleh Darmawan Denassa sejak tahun 2007.

Denassa sendiri awalnya adalah seorang Asisten Dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin. Namun, ditinggalkannya pekerjaan itu dan fokus melakukan gerakan peduli alam dengan mengelola Rumah Hijau Denassa.

Sejak dikelolanya, Darmawan telah mengembangkan 300 ratusan jenis tanaman lokal maupun endemik di kawasan konservasinya, di atas tanah seluas kurang lebih 1 hektar yang juga sekaligus sebagai kediamann pribadi bersama keluarganya.

Keberadaan RHD kini (2017) semakin luas dikenali oleh masyarakat. Bukan hanya di wilayah Kabupaten Gowa akan tetapi juga Kota Makassar. Bahkan, dikenali dan ditangi oleh pemerhati lingkungan dari bebrbagi penjuru tanah air. Malahan, RHD pernah menjadi salah satu tujuan dari peserta AIESEC, sebuah organisasi nirlaba yang dikelola oleh pemuda pada 125 negera di dunia yang bertujuan memediasi pemuda saling berkomunikasi dan saling mendukung untuk proses belajar berbagai hal termasuk kepemimpinan dan saling memahami budaya.

Di tengah gempuran globalisasi yang materialistik dan tidak ramah lingkungan, RDH sungguh tampak seperti oase di tenga gurun pasir. Ketika anak-anak kota sudah begitu sulit menemukan pepohonan hijau dan mengenali namanya, RHD menyajikan hal tersebut. semua orang bisa datang dan belajar, bermain dengan alam dan mengenali pepohonan dan bahkan satwa di sana.

Rumah Hijau Denassa 3

Pendidikan Mengenali Alam
RHD kini menjadi salah satu rujukan penting bagi sekolah-sekolah dasar yang ada di kota. RHD menjadi salah satu tujuan wisata belajar bagi mereka. Dari penjelasan Darmawan Denassa, menyebutkan bahwa ada banyak sekolah yang membawa muridnya ke sana untuk belajar mengenai alam. Bahkan, jika waktunya bertepatan dengan musim panen, RHD bukan hanya sekedar mengajak anak itu berdiskusi dan berjalan di kawasan konservasi. Di musim panen kedelai atau padi, biasanya Darmawan akan mengajak para peserta untuk ikut memanen dan memprosesnya menjadi makanan. “kita berharap, dengan demikian, anak-anak tersebut tidak buta dengan proses panjang dari sebuah makanan yang tersaji. Kita perlihatkan dan mengajarkan soal pembibitan, perawatan, pengolahan hingga akhirnya bisa dimakan. Biasanya anak-anak dari Kota Makassar akan merasa sangat senang dan betah berada di tengah sawah, malah kadang orang tua mereka pun turut mengikuti anak-anak mereka. Kita berharap dengan kegiatan yang demikian, anak-anak dapat lebih mencintai dan memahami alam semesta,” jelas Darmawan.

Pembibitan dan pengembangan tanaman
Dari penjelasan Darmawan Denassa, tanaman yang ada di RHD tidak semuanya tumbuh dengan alami. Ada banyak jenis pohon langka yang malah didapatkan di luar daerah Kabupaten Gowa lalu dibibit atau ditanam di RDH misalnya, Pohon Bitti (bahan baku perahu pinisi), kayu manis, berbagai jenis bambu, Sappang (kayu pewarna air minum), Kadieng, berbagai kacang-kacangan, berbagai jenis paria, bunga bangkai dan ratus dan jenis lainnya.

Oleh masyarakat sekitar RDH, kawasan konservasi membawa berkah tersendiri bagi mereka. Banyak warga yang jika sakit, menjadikan RDH sebagai rujukan untuk mencari tanaman obat yang banyak tumbuh di sana.

Menjadi Rumah Satwa
Kini RDH telah berusia 10 tahun dan terus saja tumbuh dengan baik. Itu semua tentu tak lepas dari ketulusan Darmawan yang membangun oase lingkungan ini. ketulusan yang patut diapresiasi sebab semua dilakukannya secara swadaya dan tidak menggantungkan keberlangsungan konservasinya pada pihak manapun.

Sejak beberapa tahun setelah didirikan, RDH pun kini menjadi rumah bagi satwa yang ada di Kabupaten Gowa. Darmawan menjelaskan bahwa burung-burung semakin ramai di kawasan konservasinya. Demikian dengan binatang langka seperti cicak terbang, kini pun bisa dijumpai di sana. Burung Kulintang adalah penghuni tetap yang kerap dijumpai di kawasan tersebut.

Rumah Belajar Komunitas
Seiring berkembangnya, RHD juga kini mengelola Rumah Baca yang bebas diakses oleh masyarakat sekitar RHD. Selain bisa membaca buku, RHD juga membuka kelas-kelas lain seperti diskusi masalah sosial dan lingkungan serta belajar kesenian. Sejak tiga tahun lalu, RDH menggelar pelatihan dan pementasan seni ”Royong”. Sebuah tradisi khas Suku Makassar yang juga kini terancam kelestariannya. Darmawan juga mengisayaratkan bahwa RHD dapat memfasilitasi ruang bagi pelestarian atau revitalisasi tradisi etnis Makassar, termasuk tari tradisi lokal.

Rumah Hijau Denassa 2

Mempertahankan Keasrian
Semakin banyaknya pengunjung atau pembelajar yang mendatangi RHD, Darmawan memberikan aturan ketat bagi kawasan konservasinya. “Tanaman hanya boleh dicabut atau diambil hanya dengan alasan untuk dijadikan sebagai obat, ditanam kembali atau sebagai bahan penelitian,” ungkapnya tegas.

Selain aturan ketat untuk pengunjung, hal lain yang dilakukan oleh Darmawan dalam meletarikan tanamannya adalah melakukan perawatan yang cukup telaten. Menjadi tantangan tersendiri baginya khususnya di musim kemarau. Darmawan akan lebih perhatian kepada tanaman-tanaman atau tumbuhan langka yang tumbuh di sekitaran rumahnya tersebut.

Daur Ulang Sampah Plastik
Selain sebagai kawasan konservasi, Darmawan juga melakukan salah satu upaya terpenting dalam pelestarian lingkungan yakni daur ulang sampah plastik. Dari sampah plastik yang ada, Darmawan mencoba melakukan pengembangan-pengembangan bersama anggota komunitas untuk menjadikannya sebagi sesuatu yang bermanfaat. Menurutnya, Sampah plastik adalah dilema bagi lingkunga. Jika ditanam ketanah akan merusak kesuburan tanah dan jika dibakar justru akan lebih berdampak buruk bagi lapisan ozon.