Jangan Sepelekan Tulisan

Jangan Sepelekan Tulisan
 Oleh: Irhyl R Makkatutu
Penulis warga Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra (IPASS) Sulsel

Beberapa bulan terakhir ini, saya selalu gagal memulai dan menyelesaikan sebuah tulisan. Tak tahu kenapa, namun jawaban yang paling dekat adalah karena saya malas. Saya malas membaca dan menulis padahal kata banyak orang salah satu faktor jika ingin menulis adalah rajin membaca dan satu-satunya cara untuk menulis adalah dengan menulis, tak ada cara lain. Tapi sekali lagi saya selalu gagal melakukannya, justru kantuklah yang selalu setia memeluki saya.

Suatu hari, saya menulis status di facebook, berhari-hari status itu tergeletak tragis tanpa komentar, barangkali terlalu panjang atau karena tidak menarik. Hingga pada sebuah malam yang larut, seseorang mengomentari tulisan tersebut. Ia tak menyukainya karena merasa objek tulisan itu adalah kekasihnya. Saya tak membalas komentarnya. Merenung saja di tengah malam yang sepi itu. Hanya suara serak kipas angin yang terdengar mengerikan. Melalui komentar orang tersebutlah cakrawala kesadaran saya terbuka, bahwa tiap tulisan mempunyai kekuatan yang bisa mempengaruhi orang lain.

Saya ingin marah dan membalas komentar tersebut. Di pikiran saya telah ada kata-kata yang tersusun sisa menuangkannya. Isinya kurang lebih begini, “Anda dan kekasih anda PD (percaya diri) sekali merasa menjadi objek tulisan saya.” Tapi saya urung melakukannya. Saya adalah orang yang menyukai sastra, senang menulis fiksi dan tulisan itu adalah fiksi. Iya memang karya sastra (fiksi) tidak bisa lepas dari realitas yang dialami baik oleh pengarang sendiri maupun orang lain yang oleh pengarang dituangkan dalam sebuah tulisan. Dan salah satu fungsi sastra adalah mampu mempengaruhi pembacanya. Dan tulisan sederhana di beranda facebook saya rupanya juga mampu mempengaruhi orang lain.

Saya bayangkan orang tersebut serupa penguasa Orde Baru yang gelisah, geram, muak dan benci mendapati tulisan Pramoedya Ananta Toer yang tajam dan kritis. Padahal itu hanya sebuah fiksi yang seharusnya tidak perlu membuat kebakaran jenggot. Namanya juga fiksi tentu bukan sesuatu yang nyata. Tapi ternyata bukan di situ masalahnya, bukan karena fiksi dan nyata tapi karena tulisan memiliki daya serang yang tangguh dan ampuh. Tulisan memiliki nafas yang jauh lebih panjang dari ujaran. Tulisan mampu berbicara kepada banyak orang, mampu mewakili banyak orang, mampu mempengaruhi untuk melawan, mampu melahirkan perubahan dan mampu mengubah sesuatu sekalipun itu adalah tulisan fiksi.

Sekiranya tak ada yang berkomentar di status facebook saya. Barangkali saya lebih lambat menyadari kekuatan sebuah tulisan. Meskipun telah banyak saya dengar kisah seseorang yang berubah karena sebuah tulisan, seseorang bisa terkenal dan tercatat dalam sejarah karena sebuah tulisan. Komunikasi antara generasi yang dipisahkan abad bisa terjalin karena tulisan dan karena tulisan pula seorang penguasa runtuh dari kekuasaannya. Betapa ajaibnya susunan abjad yang tidak seberapa itu.

Tulisan pula yang banyak mengantar para sastrawan berkenalan dengan penjara. Tapi apakah para penulis itu berhenti oleh rintangan seperti itu? Yang saya alami hanyalah hal paling kecil mengenai tulisan. Yang saya alami adalah dampak kecemburuan seorang kekasih karena merasa kekasihnya menjadi objek tulisan sederhana saya. Kecemburuan seorang kekasih adalah sebuah kewajaran dan menyalahkan tulisan sederhana saya juga wajar. Saya merasa senang karena pada akhirnya tulisan itu ada yang meresponnya. Bukankan sebuah tulisan baru akan berarti jika ada yang membacanya. Sehebat apapun sebuah tulisan jika tak ada yang membacanya tetaplah menjadi “barang” yang tak punya nilai. Di tangan pembacalah kekuatan tulisan diuji sesungguhnya. Saya tidak ingin katakan bahwa tulisan saya di facebook adalah hebat, itu teramat berlebihan karena yang membaca dan meresponnya adalah orang yang terlalu menyayangi kekasihnya dengan cara yang keliru.

Malam kian menua, tapi saya belum juga ngantuk. Ini hal baru selama beberapa bulan ini, biasanya saya lebih cepat tidur tapi setelah membaca komentar itu, saya merasa memiliki kembali semangat untuk menulis. Menulis apa saja. Saya yakin tiap kata-kata yang dituliskan punya nafasnya sendiri untuk hidup di hati para pembacanya, Dan komentar “tulisan” orang tersebut di facebook saya ternyata memiliki daya pengaruh yang kuat kepada saya.

Jika saya tidak gagal menuntaskan tulisan ini, saya ingin berterima kasih kepada orang yang telah menyempatkan diri singgah di beranda facebook saya tersebut. Dia menitipkan semangat pada komentarnya. Melalui dialah, saya menyadari bahwa apa yang kita tulis memiliki dampak kepada orang lain. Apa yang tertulis hari ini yang dianggap tidak punya apa-apa dan tidak bernilai tapi suatu hari tulisan itu akan mempunyai arti bagi orang lain, telah banyak contohnya. Jika demikian, maka tidak ada tulisan yang pantas disepelekan. Tabe!

Rumah kekasih, 20/2/2014

Cat: Harian Fajar, 9 Maret 2014